, ,

Investor Di Pulo Mapara, Jangan Rampas Ulayat Rakyat

oleh
oleh
Ashari dan Puto Nasir saat berbincang di Pulo Mapara Desa Labengki.

NARASISULTRA.ID, KONUT- PT. Wirapati Bayangkara adalah satu di antara perusahaan pengembang wisata yang siap berinvestasi di Desa Labengki Kecamatan Lasolo Kepulauan kabupaten Konawe Utara provinsi Sulawesi Tenggara. Izinnya sudah lengkap baik di peroleh dari kementerian BKPM, Kementerian LHK termasuk izin dari Pemda provinsi/Pemda konut

Tanpa memikirkan nasib kehidupan di labengki, seolah pemerintah abai dengan persoalan hak-hak rakyat yang secara turun temurun dimiliki warga. Bagaimana mungkin kearifan lokal antar pengusaha dengan masyarakat bisa sinergi dan terwujud dengan baik, kalau pemerintah lepas tangan setelah memberikan izin

Investor atas izin yang di miliki nya, ironis jadikan dasar untuk intimidasi masyarakat setempat. Ada upaya transaksi yang sengaja di tawarkan kepada warga dengan jumlah tak wajar. Ada kesan bahwa mau atau tidak terima, lahan itu segera di tinggalkan

Ashari, Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo Indonesia ( EXOH Indonesia ) mengatakan berdasarkan investigasi lapangan bahwa areal lahan yang di caplok oleh PT. Wirapati Bayangkara merupakan lahan atau tanah warga. Disana ada tumbuh pohon kelapa sebanyak 15 pohon yang di tanam puluhan tahun silam. Bukti lain juga terdapat sumur tua, menguatkan histori bahwasanya Pulo Mapara pernah di tinggali

Hak tanah ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya. Posisinya kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.

Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun, dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Historical lahan itu adalah tanah Negara yang dimiliki oleh Haji Ance ( Almarhum ), secara turun temurun menjadi warisan kepada Puto Nusir ( 55 thn ) dan keluarga nya. Mereka adalah orang yang menggarap dan manfaat kan lahan itu.

Silahkan Negara menguasai tanah itu kalau di terlantarkan. Jika tidak jangan di rampas. Itu intinya ” tegas Ashari

Industrialisasi wisata mengabaikan ke arifan lokal, kedepan pengelolaan wisata harus berbasis komunitas dan berkelanjutan. Ini tugas oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) Provinsi Sulawesi Tenggara. Stakeholder mesti memberikan edukatif kepada masyarakat

Terkadang Pemerintah acuh dengan persoalan masyarakat. Nyaris jalan buntu pun di lakukan asalkan investasi masuk dan bisa jalan. Alih-alih Padahal pura-pura tidak tahu investor nya telah menindas rakyat nya

Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Utara ( Pemda konut ) jangan vakum, kaku menghadapi persoalan regulasi, apalagi menyangkut soal melindungi hak-hak rakyat

Perencanaan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) harus di gagas secara agresif. Peruntukan nya tidak lain agar bisa mengakomodir beragam kebutuhan termasuk kepentingan warga konut yang notabene, bahkan sampai saat ini masih menguasai /memanfaatkan kawasan hutan sebagai keberlangsungan hidupnya

Hal demikian sangat penting mengingat Daerah kita ( Konut ) geografis nya di kelilingi Hutan. Sebagai contoh di Kecamatan Wiwirano area pemukiman dan perkebunan masih ada status kawasan hutan. Di kecamatan Lembo juga terdapat kawasan hutan di alih fungsi oleh masyarakat sebagai perkebunan cengkeh.

Hal demikian kelak bisa saja menjadi masalah memicu terjadinya konflik Agraria. Mari belajar dari kasus Rempang Batam

Di Konut, kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Lasolo dengan luas 81.800 Ha terkhusus wilayah Labengki besar terdapat banyak titik-titik spot di incar oleh Investor resort. Pemda Konut harus jelih cermati peluang dan tantangan ke depan. Ini serius, kenapa ? Karena di titik itu ada bentuk hak yang di klaim oleh masyarakat setempat. Jangan sampai terusik bahkan bisa jadi lokal setempat terusir

Masyarakat Bajo/adat terpencil yang merupakan kekayaan ragam budaya Indonesia yang ada di Labengki. Secara konstitusional mereka wajib berdaya bukan terperdaya

Mereka tidak menolak investor pengembang Wisata. Silahkan masuk investasi namun di balik nama Labengki yang sudah mendunia, jangan ada praktek belenggu, harkat dan martabat pun terampas

Untuk itu, Kepada pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara Bapak Andap Budi Revianto selaku Penjabat ( PJ ) gubernur Sultra agar segera evaluasi dokumen administrasi perizinan PT. Wirapati Bayangkara. Keabsahan izinnya bukan untuk menakut-nakuti masyarakat. Sekali lagi kami tegaskan bahwa harkat dan martabat daerah jauh lebih penting. Olehnya itu pelaku usaha tidak hanya sekedar investasi tapi di harapkan mampu wujudkan harmonisasi menuju pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

oleh : Ashari, S.Sos. (Direktur Eksekutif Explor Anoa Oheo)